Being a Part-timer in Taiwan

Mifta Fajriyah
6 min readOct 30, 2020

--

Bekerja “paruh waktu” alias part-time menjadi rutinitas wajibku setiap akhir pekan. Sebenarnya aku tak menyangka bahwa tujuanku awalku datang ke Taiwan untuk melanjutkan studi S2, ternyata juga membawaku pada keputusan untuk nyambi kerja part-time.

Generally speaking, working part-time among foreign students in Taiwan has become a common phenomenon. Gak cuma di kalangan mahasiswa Indonesia, mahasiswa dari negara lain juga banyak yang jadi part-timer. Oh yaa, pekerjaan ini legal yaa. Pemerintah Taiwan melalui Ministry of Labor memberikan kesempatkan untuk mahasiswa asing bekerja paruh waktu dengan batasan tidak lebih dari 20 jam per minggu. Tentunya, untuk bisa kerja part-time, kami harus memiliki work permit atau surat izin kerja yang dikeluarkan oleh Ministry of Labor dengan persetujuan dari pihak Universitas dimana kita belajar.

Selain itu, pemerintah Taiwan juga mengatur standar minimum gaji pekerja part-time lho. Pada saat artikel ini ditulis, upah minimum per jam adalah 158NTD setara dengan Rp.80.580 (kurs 1 ntd=Rp 510). Jadi upahnya dihitung sesuai hitungan jam kerja. Kalau dalam sehari kerja 9 jam, tinggal dikalikan 158 aja.

Dalam beberapa kasus yang aku temui, ada juga mahasiswa yang dilarang Professornya untuk bekerja part-time diluar kampus. Alasannya? Agar mahasiswa tersebut fokus pada studi, riset atau eksperimen di lab. Tapi, kembali lagi yaa…peraturan yang seperti ini tidak bisa digeneralisasi. Tergantung dari situasi, kondisi dan komitmen yang sudah disepakati antara mahasiswa dan Professornya. Seperti pada kasusku, aku tidak pernah mendapatkan larangan seperti itu dari Professor karena bagi mahasiswa dari jurusan sosial, aku gak punya kewajiban atau aktivitas wajib di laboratorium seperti halnya mahasiswa teknik.

Nah, untuk mahasiswa yang berasal dari English speaking country, mostly mereka akan lebih mudah untuk kerja part-time sebagai guru les Bahasa Inggris yang mengajar anak-anak usia TK-SD karena demand nya cukup tinggi. Banyak sekolah yang prefer memperkerjakan native speaker dari Europian countries sebagai pengajar les Bahasa Inggris dibanding memperkerjakan mahasiswa asal India, Indonesia ataupun Southeast Asia countries lain yang memiliki ciri khas aksen tersendiri.

Di kalangan mahasiswa Indonesia yang bekerja part-time, umumnya kami bekerja sebagai pegawai toko, pelayan ataupun pencuci piring di restoran bahkan sales kartu SIM card. Selama dua tahun tinggal di Taiwan, aku sendiri sudah mencicipi tiga pekerjaan part-time tersebut.

My First Experience Working Part-time

Aku ingat betul saat awal memulai perkuliahan, banyak teman-teman Indonesia seangkatanku yang mendaftarkan diri sebagai penjual SIM Card. I forgot how do they name it. Tapi intinya mereka bekerja layaknya seorang sales. Menjual SIM card dengan sistem door to door ke pekerja migran ataupun warga Indonesia lain yang tinggal di Taiwan. Waktu kerjanya fleksibel. Tapi umumnya mereka kerja saat weekends, waktu dimana pekerja migran libur kerja dan menghabiskan waktunya di pusat kota.

Saat itu aku belum berani mengambil pekerjaan ini karena aku mau fokus ke studi, apalagi ini semester pertama, waktu dimana aku harus adaptasi dengan kultur akademik di Taiwan. Saat itu, aku khawatir bahwa kerja part-time akan membuatku terdistraksi dan berefek buruk pada nilai akademik. Jadi, aku gak mengambil pekerjaan ini.

Setelah semester satu berlalu dan nilai IPK ku alhamdulillah memenuhi ekspektasi, aku berani memutuskan bekerja part-time untuk mengisi waktu libur musim dingin (winter break). Dan saat itu kebetulan ada restoran India yang akan beroperasi di Dining Hall (Kantin) kampus. Jadilah, aku bekerja di restoran India ini, bergantian dengan 5 orang teman Indonesia yang lain. Karena harus disesuaikan dengan jadwal kuliah dan kesibukan masing-masing. Seingatku aku kerja di resto ini selam kurang lebih 6 bulan.

Di restoran India ini, pekerjaanku berkutat pada pekerjaan ‘kasar’ seperti menyapu-mengepel lantai, menyiapkan makanan, mengantarkan makanan, dan mencuci piring. Sesekali pemilik resto memintaku untuk melayani pemesanan di kasir. Tapi itu hanya saat dibutuhkan. Mostly, kerjaku yaa di dapur. Karena lama di dapur, tiap sepulang kerja pasti aku harus mandi karena seluruh badan dan pakaianku bau rempah India banget hahaha. Terkadang kalau ada jadwal kerja setiap sebelum masuk kelas, aku harus bawa baju ganti karena gak sempat untuk mandi :’D

Indonesian shop: Better Place to Work

Setelah lama tak dapat panggilan kerja lagi dari pemilik resto India (dan sebenarnya aku sudah mulai gak nyaman kerja disana), aku mulai berpikir buat cari pekerjaan part-time lain. Seiring waktu, aku sadar betul kalau upah dari kerja part-time ini bener-bener bantu finansialku selama hidup di Taiwan. Since I live outside campus, I spend more money to survive. Banyak tagihan apartment, listrik, dapur yang harus dipenuhi. Selain itu, dengan upah part-time ini aku juga bisa menyisihkan uang untuk tabungan investasi :) Jadi faktor ini pula yang jadi motivasiku untuk kerja part-time.

And, I am lucky enough to get my new part-time job in the Indonesian store so called INDEX. Aku pertama kali tau ada lowongan kerja di toko ini dari group di sosial mediaku. Awalnya, aku cukup minder karena salah satu persyaratannya harus bisa Bahasa Mandarin. Aku pun sudah berusaha menanyakan via LINE ke pegawai INDEX, soal persyaratan Bahasa dan apakah mereka sudah menemukan part-timer yang mereka cari atau belum. Tapi aku gak dapat balasan. Jadi, aku udah mengurungkan diri buat daftar karena berpikir “ah mungkin mereka sudah dapat part-timer baru..”

Sampai suatu ketika aku menyoba kerja lain yaitu jadi sales SIM Card seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya. Aku ingat betul, hari itu adalah hari pertama aku di-training oleh salah satu senior yang lebih berpengalaman kerja jualan SIM Card. Saat itu kebetulan juga ada event sosialisasi Pemilu di warung Indo di daerah downtown. Aku diajarin gimana menawarkan dagangan ke calon pembeli, menulis form registrasi SIM Card dll. Kebetulan warung Indo ini gak jauh dari toko INDEX. Dan aku pun penasaran buat tanya langsung soal pekerjaan part-timer di INDEX. Akhirnya aku datang ke toko dan tanya, ternyata mereka belum dapat part-timer. Ketika aku mendaftarkan diri, alhamdulillah-nya pegawainya welcome banget!

Seminggu setelahnya, sekitar akhir Maret 2019 sampai artikel ini ditulis (Oktober 2020), aku -masih- bekerja disini :) Setiap Sabtu dan Minggu adalah jadwal wajibku untuk kerja. Untuk hari Sabtu, mulai dari jam 9 pagi sampai 9 malam. Sedangkan hari Minggu, mulai jam 12 siang sampai 9 malam.

Tanggung jawabnya cukup banyak, gak seperti yang orang lain pikirkan kalau kerja di Toko Indo tuh yang enak-enaknya aja — hanya berdiridi balik meja kasir, terima duit, beres. Nggak sesederhana itu kenyataannya.

Aku juga bertanggung jawab buat display produk ke rak dimana untuk melakukan hal ini, aku harus naik turun tangga bawa tumpukan produk yang itu berat sekali. Aku juga harus bantuin hitung stok semua barang setiap 2 bulan sekali (stockopname). Aku juga harus melayani pengiriman uang dan menghitung stok kartu/voucher pulsa yang kalau sampai salah jualin/uangnya kurang atauhilang, biayanya gak murah buat ganti. Aku juga harus angkat dan lipat kardus kargo yang super tebel dan berat. Aku juga harus angkat hadiah kargo, entah itu panci, teflon dan hadiah-hadiah lain. Aku juga harus menyapu, mengepel toko, menyikat toilet dan membuang sampah dan banyak tanggung jawab lainnya.

Disatu sisi, aku terkadang merasa karena pekerjaan ini aku jadi kehilangan waktu weekends ku untuk sekedar pergi jalan-jalan, kumpul sama teman atau ikut acara PPI atau organisasi lain. Karena perasaan ini, sometimes I feel lonely dan gak punya teman.

Tapi disisi lain, I am totally grateful to get this job. Kerja di toko ini, aku juga dapat teman baru dan belajar banyak hal. Bukan dari ritme dan job desc pekerjaan aja, tetapi dari setiap cerita yang aku dengar dari orang-orang disekelilingku. Baik itu pegawai INDEX Hsinchu, maupun pelanggan mbak dan mas PMI yang datang ke toko. Aku jadi belajar tentang isu-isu terkait pekerja migran dan tertarik untuk belajar migration studies. Disamping itu, dari segi finansial, upah yang aku dapatkan dari pekerjaan ini bahkan lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhanku dan suami di Taiwan. Alhamdulillah~

What can I learn from being a part-timer?

Dari semua pengalaman kerjaku ini, aku sadar bahwa mungkin ini juga takdir yang Allah kasih buat aku dan suami. Mendapatkan kesempatan studi S2 di Taiwan sudah merupakan previlege buatku. Namun, mendapatkan kesempatan untuk mencari nafkah juga hal yang patut aku syukuri.

Dari pekerjaan-pekerjaan ini, aku jadi sadar bahwa mencari nafkah itu tidak mudah. Aku jadi lebih menghargai orang dengan setiap pekerjaan yang dilakukannya, khususnya pekerjaan 3D (dirty, difficult, demanding/dangerous). Aku jadi lebih sensitif ketika ingat orang tua, ayah-ibu, yang masih harus bekerja setiap hari dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh untuk sampai ke pabrik :’)

Sometimes aku juga berpikir bahwa setiap orang memiliki waktu dan ‘lintasan’nya masing-masing. Bukan waktunya lagi aku harus insecure dan self-comparing dengan kehidupan teman-teman yang lain. Aku harus ingat betul bahwa ada hal lain yang harus aku korbankan untuk mencapai sebuah tujuan utama. It’s as simple as every choice has its own consequences.

Life is about choices. Some we regret. Some we’re proud of. Some will haunt us forever. The message: We are what we chose to be — Graham Brown.

Hsinchu City, Oct 30, 2020.

--

--