Meraih Asa ke Negeri Formosa

Mifta Fajriyah
5 min readJul 13, 2020

--

Hai!

Perkenalan, namaku Mifta. Saat menulis ini, aku sedang berada di Negeri Formosa. Taiwan, namanya. Sesuai dengan judul tulisan ini, tujuanku migrate to Taiwan adalah untuk melanjutkan studi S2. Alhamdulillah, Allah memberikan aku kesempatan untuk mengenyam pendidikan di Inter-Asia Cultural Studies, National Chiao Tung University (NCTU) dengan full scholarship yang diberikan oleh pihak kampus.

Singkat cerita, Taiwan sedang gencar mengimplementasikan Kebijakan Baru Arah Selatan atau New Southbond Policy (NSP) yang dicetuskan oleh Presiden Tsai Ing-Wen. Salah satu bidang yang menjadi fokus perhatian dari NSP ini, tidak lain dan tidak bukan adalah, bidang pendidikan. Dibawah kepemimpinan Presiden Tsai, kebijakan NSP diterapkan secara komprehensif melalui people-to-people exchange. Dalam hal ini, pemerintah Taiwan mendorong pelajar-pelajar Taiwan untuk mendapatkan pengalaman Internasional yang dapat membantu mereka memperoleh wawasan yang nantinya dapat menjadi modal untuk mengatasi masalah regional.

Disisi lain, pemerintah Taiwan juga open its door untuk pelajar-pelajar di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara. Tak terkecuali, Indonesia. Mengutip data yang dirilis oleh Ministry of Education Taiwan, hingga tahun 2019 jumlah pelajar Indonesia di Taiwan berada di posisi empat besar setelah Mainland China, Vietnam, dan Malaysia.

Source: https://stats.moe.gov.tw/enchartweb/Default.aspx?rptvalue=eng_o3

To be honest, aku tidak pernah berpikiran kalau pada akhirnya bisa melanjutkan studi di Taiwan. Padahal dulu suka mimpi untuk lanjut S2 di UK atau US. Iya, muluk banget mimpinya! Tapi kemudian aku sadar diri bahwa persaingan untuk mendapatkan beasiswa pada saat itu sangatlah kompetitif. Dan aku sadar betul kemampuanku seperti apa. Hingga suatu saat nama Taiwan muncul dalam destination list atas usulan partnerku, mas Zidni. Dia mendapatkan saran dan rekomendasi dari atasannya di kantor untuk melanjutkan studi di Taiwan. Atasan mas Zid dulunya adalah lulusan S2 dan S3 dari National Cheng Kung University (NCKU) Taiwan. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya kami memutuskan untuk realistis dan mencoba peruntungan di Taiwan.

Aku dan mas Zidni mulai mempersiapkan segala hal, mulai dari IELTS, Study Plan, Recommendation Letter, sampai Financial Statement. Berbagai pintu beasiswa pun kami coba untuk mendaftar. Ada yang submission fee-nya berbayar dan ada pula yang gratis. Kami menetapkan untuk mendaftar di tiga universitas, dimana dua diantara universitas pilihan kami itu adalah universitas yang sama. National Chiao Tung University (NCTU) dan National Tsing Hua University (NTHU). Selain faktor reputasi kedua universitas yang cukup baik, alasan lain mengapa kami memilih dua universitas ini adalah lokasinya yang terletak di kota yang sama, bahkan tempatnya pun berdekatan. Pertimbangan lokasi ini menjadi hal yang krusial kala itu karena niatan kami yang ingin melanjutkan studi bareng haha. Nggak pengen jauhan gitu ceritanya.

Dipilihan ketiga, aku memilih Digital Learning and Education English Program di National Taiwan University of Science and Technology (NTUST). Sedangkan mas Zidni, memilih program Business Administration di NCKU.

Setelah kami selesai dengan proses pendaftaran beasiswa di ketiga kampus tersebut, ada sebuah keputusan besar yang kami ambil. Keputusan itu adalah sebuah PERNIKAHAN. Tanpa kusangka, mas Zidni melamarku pada 6 April 2018. Setelah berikhtiar untuk mendaftar studi S2, lagi-lagi kami harus berikhtiar untuk memantapkan pilihan untuk menikah.

Menikah ditengah penantian hasil beasiswa studi. Menikah ditengah kondisi minim ekonomi. Bisa dibilang, pilihan kami untuk menikah benar-benar mengejutkan banyak pihak, tak terkecuali kedua orang tuaku. Karena itu, sebelum menghadap ke orang tuaku, mas Zidni sudah mengkomunikasikan hal ini denganku. Kami berusaha memikirkan berbagai kemungkinan yang ada. Kemungkinan jika kami berdua tidak lolos beasiswa S2, kemungkinan jika hanya salah satu dari kami yang lolos, dan kemungkinan jika kami berdua lolos. Selain mempertimbangkan lolos atau tidaknya, kami juga harus mempertimbangkan lokasi universitas yang menerima kami nantinya. Memikirkan dimana kami akan tinggal, berapa biaya yang harus kami siapkan, dll.

Kami sepakat memutuskan untuk menikah pada 22 Juni 2018. Sungguh cepat sekali, bukan? Alasannya tentu karena studi. Harapannya jika entah siapapun dari kami yang lolos studi, kami bisa berangkat bersama sebagai suami-istri. Sembari menanti hasil beasiswa itu pula, kami mempersiapkan pernikahan dalam waktu kurang dari 3 bulan. Sungguh, proses ini tidaklah mudah. Ditambah lagi dengan sifatku yang mudah overthinking ini. Setiap hari rasanya susah tidur karena dihantui oleh kemungkinan buruk yang mungkin terjadi.

Pengumuman beasiswa yang pertama keluar yakni dari NCKU. Dan yaa..mas Zidni was accepted di MBA NCKU. Tapi, saat itu mas Zidni masih menantikan hasil beasiswa di NTHU dan NCTU. Pengumuman selanjutnya datang dari NTUST, dan aku diterima. Namun, kategori beasiswa yang aku dapat hanya sebatas beasiswa tipe B, yakni beasiswa yang hanya menanggung tuition and credit fees. Mereka tidak memberikan uang bulanan atau monthly stipend.

Honestly, hasil pengumuman ini belum cukup membuat kami lega. Hingga pada akhirnya, berita baik itupun datang. I was accepted in NCTU with full scholarship. Alhamdulillah…Namun, apakah kegalauan kami lantas selesai? Tidak semudah itu, Ferguso~

Overthinking itu nyata adanya. Kami mulai berpikiran jika mas Zidni tidak diterima di NTHU ataupun NCTU. Jika pada akhirnya mas Zidni hanya diterima di NCKU, artinya, kami harus tinggal terpisah karena lokasi NCKU dan NCTU cukuplah jauh (seperti jarak Surabaya — Yogyakarta). Berbagai plan pun kami siapkan untuk menghadapi resiko terburuk. Kami sudah memikirkan: jika kami tinggal di dorm dan harus rela menjalani long distance marriage, berapa bulan sekali nantinya kita akan bertemu. Selain itu, kami jug berpikiran untuk tinggal bersama dengan memilih tempat tinggal yang berada diantara kota Hsinchu dan Tainan. Meskipun harus menanggung resiko beban transportasi yang cukup mahal.

Dan, setelah proses penantian dan ketidakpastian itulah, Allah menjawab doa-doa kami. Akhirnya, kami mendapat kabar jika mas Zidni diterima di MBA NTHU. We are extremely grateful for that. Akhirnya ikhitiar kami mendapatkan hasil yang indah dari Allah. Meskipun tidak melanjutkan studi di satu almamater yang sama, at least, mas Zidni diterima di NTHU (yang lokasi kampusnya bersebelahan dengan NCTU) sudah membuat kami bersyukur dan lega. Kami bisa hidup bersama di Kota Hsinchu ini sudah lebih dari cukup. Dan aku selalu menganggap takdir yang diberikan Allah ini sebagai kado pernikahan terbaik kami.

Hi, this is me. Standing in the front of an iconic building of NCTU.

Jika meluangkan waktu untuk berkontemplasi sejenak, mengingat masa-masa perjuangan itu, dengan berbagai hal yang dimudahkan olehNya. Baik itu urusan pernikahan, studi, maupun dicukupkan ekonomi, membuat aku gak berhenti untuk bersyukur, berterima kasih sama Allah atas segala sesuatu yang Dia berikan. Sungguh, ini bukan sesuatu hal yang mudah. Ini sebuah amanah yang cukup berat dan sampai saat aku menulis ini pun, aku masih berjuang menyelesaikan thesisku.

“Dear me, semoga dengan menulis cerita ini, flashback lagi ke masa-masa ketidakpastian itu, kamu bisa menyadari betapa beruntungnya dirimu. Betapa baiknya Allah, sudah mengabulkan doa-doamu. So, tetap semangat memberikan yang terbaik ya! Selesaikan amanah ini sebaik mungkin. Dan selalu ingat bahwa ada Ibu, Ayah, Adik dan keluargamu yang lain yang sedang menunggu kepulanganmu. 加油!”

Hsinchu, July 13th, 2020

--

--